HALUAN PADANG - Pandemi Covid-19 membuat banyak hal berubah, termasuk munculnya tren bekerja dari semua tempat kecuali kantor.
Sayangnya, tak semua perusahaan dapat memberikan fasilitas dan kebebasan tersebut.
Dari situ muncul tren baru, termasuk tren profesi dan pekerjaan sebagai pekerja lepas paruh waktu atau freelancing.
Dikutip dari siaran pers platform e-commerce yang membantu solopreneur Solos, saat ini terdapat 70 juta freelancers dan solo entrepreneur di kawasan Asia Tenggara.
Baca Juga: 5 Resep Olahan Madu Untuk Mengatasi Lelah dan Stres, Layak Dicoba Setelah Seharian Bekerja
Sementara itu nilai pemasukan tahunan freelancers di Asia Tenggara mencapai $93 miliar agau setara Rp1,3 triliun.
World Bank mencatat, pertumbuhan pelaku freelancing mencapai 30 persen setiap tahunnya dengan dominasi segmentasi usia 18-44 tahun.
Sementara itu, penelitian School of Business University of Brighton menyatakan bahwa 97 persen pekerja lepas lebih bahagia daripada pekerja kantoran.
Solos mencatat bagaimana tren yang sama tengah terjadi di Indonesia. Badan Pusat Statistik mencatat 33,34 juta orang bekerja sebagai freelancer dan small business owners hingga Agustus 2020.
Baca Juga: Kapolri Minta Kantor Terapkan WFH Dulu, Arus Balik Macet Parah
Angka ini naik 4,32 juta orang atau 26 persen dari tahun sebelumnya.
CEO dari Solos - Ricky Willianto mengatakan, pasokan tenaga kerja yang menginginkan pekerjaan jam 9-5 kini semakin berkurang, terutama untuk kategori pekerjaan yang banyak diminati seperti teknik, desain, UI/UX, penelitian, pembinaan (training), dan strategi.
Selain faktor fleksibilitas waktu dan tempat bekerja, ada kecenderungan sosial yang mendasari, terutama di kalangan generasi muda, untuk mendapatkan pekerjaan yang memiliki makna bagi hidup mereka.
Hal ini dapat berupa melakukan pekerjaan yang berdampak positif bagi dunia, atau bahkan hanya pekerjaan yang selaras dengan nilai-nilai pribadi seseorang seperti kreativitas atau kebebasan.
Akibatnya, perusahaan berjuang untuk mengisi jumlah karyawan mereka, dan karena itu mereka mencari cara alternatif untuk bekerja dengan generasi muda.