Kabar Buruk! Iluwan Perkirakan Bumi Sudah Tidak Stabil, Kepunahan Massal di Depan Mata

- Rabu, 15 Desember 2021 | 07:58 WIB
ilustrasi kehancuran bumi
ilustrasi kehancuran bumi

HALUAN PADANG - Setidaknya lima kepunahan massal telah terjadi di masa lalu akibat fenomena alam. Para ilmuwan memperkirakan hingga 99,9 persen dari semua kehidupan, tumbuhan dan hewan, musnah. Kepunahan terakhir, yang disebut Kepunahan Tersier Kapur, terjadi sekitar 66 juta tahun yang lalu ketika asteroid pembunuh menghantam planet ini di lepas pantai Meksiko modern.

Tidak hanya kepunahan Kapur yang secara tiba-tiba mengakhiri jaman dinosaurus, tetapi juga memusnahkan hingga 75 persen dari semua kehidupan di Bumi pada tahap itu. Banyak ilmuwan khawatir nasib serupa bisa menunggu kita di masa depan dan, yang lebih mengkhawatirkan, manusia mungkin memiliki andil dalam kematian planet ini.

Menurut ahli geofisika MIT Daniel Rothman, aktivitas manusia berpotensi mengganggu siklus karbon global dan memicu bencana ekologis yang berlangsung selama 10.000 tahun. Ia sebelumnya telah berbicara tentang ramalannya yang mengerikan, yang dia klaim bisa terjadi pada akhir abad ini.

ppBaca Juga: K2-18B, Planet yang Punya Potensi untuk Dihuni Manusia

Dalam satu studi yang diterbitkan dalam jurnal Science Advances, ia menganalisis perubahan siklus karbon selama 540 juta tahun terakhir, termasuk lima kepunahan massal terakhir. Ia data perubahan silkes karbon itu untuk menentukan "ambang kapasitas" dalam siklus karbon, dan membuat dia percaya kondisi di Bumi menjadi terlalu tidak stabil untuk menopang kehidupan.

Berdasarkan penelitiannya, Profesor Rothman mengklaim Bumi bisa memasuki "wilayah yang tidak diketahui" pada tahun 2100, yang menyebabkan bencana di seluruh planet yang bisa berlangsung hingga 10.000 tahun.

Dia mengulangi keprihatinannya dalam sebuah wawancara baru dengan The Times of Israel. Saat itu ia berkata: "Setiap kali ada peristiwa besar dalam sejarah kehidupan, ada juga gangguan besar terhadap lingkungan.

Baca Juga: Ancaman Sampah Luar Angkasa

Hal-hal ini cenderung menyatu,” jelasnya.

Siklus karbon adalah proses pergerakan karbon antara biosfer, pedosfer, geosfer, hidrosfer, dan atmosfer planet ini.

Bersama dengan siklus air dan siklus nitrogen, proses ini adalah kunci untuk mempertahankan kehidupan di Bumi.

Ilmuwan MIT prihatin dengan jumlah karbon yang bertumpuk di lautan sebagai akibat dari emisi gas rumah kaca buatan manusia. Terlalu banyak karbon di lautan membuat air menjadi terlalu asam dan berpotensi tidak ramah bagi banyak spesies.

Menurut Profesor Rothman, setidaknya empat dari lima kepunahan massal masa lalu telah dikaitkan dengan peningkatan laju perubahan siklus karbon.

Dan dia percaya manusia telah memompa terlalu banyak karbon ke atmosfer lebih cepat daripada peristiwa geologis masa lalu dan dalam skala waktu yang jauh lebih singkat. 

Halaman:

Editor: Randi Reimena

Sumber: Express

Artikel Terkait

Terkini

Ini Cara Mudah Bikin Aplikasi WA Ngebut Lagi

Sabtu, 4 Maret 2023 | 12:00 WIB

Gampang! Begini Cara Melacak Nomor Tak Dikenal

Senin, 6 Juni 2022 | 09:24 WIB
X