HALUANPADANG.COM -Penerapan Good Corporate Governance dalam Meningkatkan Mutu dan Daya Saing Perguruan Tinggi Swasta.
Oleh : Yosi Kurnia, SE, M.Si, Ak, CA
(Dosen Universitas Perintis Indonesia)
Mengelola perguruan tinggi di Indonesia bukanlah suatu hal yang mudah, begitu banyak tantangan dan kendala yang harus dihadapi antara lain: bagaimana mendapatkan (calon) mahasiswa yang bermutu dalam jumlah yang cukup, bagaimana menentukan jumlah SPP, uang SKS yang cukup (tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah), bagaimana mendapatkan dosen-dosen yang qualified (bergelar SI, S2, S3) yang harus diberi honor yang kompetitif, bagaimana menyediakan sarana prasarana yang memadai (ruang kuliah, ruang dosen, buku-buku dan jurnal ilmiah), bagaimana menentukan kurikulum berbasis kompetensi sehingga bisa menghasilkan lulusan yang kompeten dan mampu diserap pasar tenaga kerja, dan bagaimana dalam menghadapi persaingan dari PTN dan PTS lainnya.
Implementasi konsep Good Corporate Governance (GCG) di Indonesia dalam perguruan tinggi, sesungguhnya masih merupakan hal baru yang memerlukan proses pembelajaran yang tidak sederhana. Konsep ini diderivasikan dari konsep dunia bisnis, karena itu tidak bisa diadopsi begitu saja tanpa adanya adaptasi akademik yang pas. Untuk memberikan gambaran, akan disinggung terlebih dahulu konsep Good Corporate Governance (GCG).
Dalam rangka untuk ikut mengembangkan paradigma baru pendidikan tinggi yang telah disosialisasikan hampir satu dasa warsa terakhir ini meskipun sudah menjadi referensi utama untuk meningkatkan kualitas pendidikan tinggi di Indonesia praktek Good Corporate Governance (GCG) semestinya sudah menjadi keharusan dalam pengelolaan Perguman Tinggi Swasta (PTS) di Indonesia. Peningkatan kualitas secara berkelanjutan yang didasarkan atas aspek transparansi, independensi, kewajaran (fairness), akuntabilitas dan responsibilitas merupakan prinsip - prinsip dasar yang harus dipahami oleh seluruh stakeholder yang terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi dan diharapkan sinergi diantara mereka dapat mempercepat pengembangan paradigma baru pendidikan tinggi ke depan.
Menurut Endri (2006), struktur governance di perguman tinggi relatif spesifik dibandingkan dengan jenis perusahaan non-pendidikan, terutama terkait erat dengan peran pihak yayasan sebagai bagian stakeholder yang memegang kunci penting dalam pengelolaan perguruan tinggi. Struktur governance di sebagian besar perguman tinggi swasta membentuk tripod yang terdiri dari; (a) Yayasan Perguman Tinggi, (b) Rektor Universitas-Institut/Ketua Sekolah Tinggi/Dekan Fakultas dan (c) Badan Pelaksana Harian (BPH) Yayasan. Jika mengacu kepada struktur governance pada umumnya perusahaan non-pendidikan, Yayasan Perguruan Tinggi mewakili pemegang saham, Rektor Universitas-Institut/Ketua Sekolah Tinggi/Dekan Fakultas mewakili dewan direksi dan BPH-Yayasan mewakili dewan komisaris.
Jika dilihat dari struktur governance diatas, stakeholders yang terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan di perguman tinggi dapat di kelompokkan atas struktur governance '"internal" dan "eksternal." Governance "internal" meliputi Rektor Universitas-Institut/ Ketua Sekolah Tinggi/ Dekan Fakultas. Sedangkan governance "eksternal" adalah Badan Pengurus Harian (BPH)-Yayasan.
Memperhatikan struktur sebagaimana dijelaskan diatas, jelas antara struktur governance internal dan eksternal di atas saling berhubungan dan secara matematis akan membentuk "irisan" yang sempurna. Jika dilihat dari peranan governance di dalam meminimalkan potensi konflik kepentingan dalam sebuah organisasi irisan ini menggabungkan antara "fungsi PTS sebagai entitas bisnis" serta "fungsi PTS sebagai penyedia pendidikan tinggi kepada masyarakat".
Sinergj yang terjadi antara Yayasan melalui Badan Pelaksana Harian atau BPH Yayasan sebagai “facilitator” dan “advisor” dan Rektor Universitas-Institut/Ketua Sekolah Tinggi/Dekan Fakultas sebagai “leader” dan “negotiator” dalam system penyelenggaraan PTS diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan. BPH Yayasan dalam pengembangan suatu PTS memainkan peran sebagai “facilitator” dan “advisor” perubahan yang berorientasi pada menciptakan situasi dan kondisi yang kondusif bagi terwujudnya perubahan organisasi serta menjadi konsultan yang memberikan saran (advise) bagi pengembangan PTS. Sebaliknya Rektor/Ketua/Dekan memainkan peran sebagai “leader” dan “negotiator” perubahan yang berorientasi pada memimpin proses perubahan organisasi dengan mentransformasikan visi organisasi ke dalam tindakan nyata serta menjadi perantara bagi berbagai pihak yang terlibat dalam pengembangan PTS.
Definisi Good Corporate Governance (GCG) menurut Bank Dunia adalah aturan, standar dan organisasi di bidang ekonomi yang mengatur perilaku pemilik perusahaan, direktur dan manajer serta perincian dan penjabaran tugas dan wewenang serta pertanggungjawabannya kepada investor (pemegang saham dan kreditur). Tujuan utama dari GCG adalah untuk menciptakan system pengendaliaan dan keseimbangan (check and balances) untuk mencegah penyalahgunaan dari sumber daya perusahaan dan tetap mendorong terjadinya pertumbuhan perusahaan.
Good Corporate Governance terdiri dari sekumpulan perangkat hukum yang menjelaskan hubungan antara pemegang saham, manajer, kreditur, pemerintah, dan pihak-pihak yang berkepentingan dengan perusahaan (stakeholders).
Menurut Syakhroza (2003) mendefinisikan GCG sebagai suatu mekanisme tata kelola organisasi secara baik dalam melakukan pengelolaan sumber daya organisasi secara efisien, efektif, ekonomis ataupun produktif dengan prinsip-prinsip terbuka, akuntabilitas, pertanggungjawaban, independen, dan adil dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Tata kelola organisasi secara baik apakah dilihat dalam konteks mekanisme internal organisasi ataupun mekanisme eksternal organisasi. Mekanisme internal lebih fokus kepada bagaimana pimpinan suatu organisasi mengatur jalannya organisasi sesuai dengan prinsip-prinsip diatas sedangkan mekanisme eksternal lebih menekankan kepada bagaimana interaksi organisasi dengan pihak eksternal berjalan secara harmonis tanpa mengabaikan pencapaian tujuan organisasi.
Guna mencapai sasaran yang telah disusun oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) dalam dokumen Strategi Jangka Panjang Pendidikan Tinggi 2003-2010 (Higher Education Long Terms Strategy, HELTS 2003-2010) yaitu peningkatan daya saing bangsa dan peningkatan kesehatan organisasi penyelenggara pendidikan tinggi, untuk itu perguman tinggi dapat menerapkan Good Corporate Governance (GCG). Oleh karena itu, dalam rangka penerapan Corporate Governance pada perguman tinggi diperlukan keinginan untuk mendesain ulang (grand design) pola governance yang melibatkan seluruh stakeholders di PTS. Desain governance di PTS harus mempertimbangkan perangkat-perangkat governance yang terdin dari (1) struktur governance PTS, (2) mekanisme governance PTS, (3) prinsip-prinsip governance PTS, dan sistem governance PTS.