“Bentuk-bentuk budaya yang ada di kawasan Jambu Lipo seperti Rajo Manjalin Rantau ini sudah sangat tua umurnya. Banyak indikasinya. Dan semua itu punya arti penting bagi masyarakat dan Kerajaan Jambu Lipo,” tambah Nopriyasman.
Pentingnya tinggalan budaya non-materil di Jambu Lipo juga ditekankan salah satu tim peneliti, Ivan Adilla, saat memaparkan hasil penelitian. Menurutnya cerita-cerita rakyat dan mitologi yang diwarisi masyarakat di sekitar Jambu Lipo secara turun temurun merupakan semacam medium untuk menjaga ingatan kolektif seputar Kerajaan Jambu Lipo. Cerita-cerita itulah salah satunya yang membuat memori tentang Jambu Lipo tetap hidup hingga hari ini.
“Saat orang-orang mulai melupakan nama suatu tempat di masa lalu, atau nama seroang tokoh yang punya banyak jasa bagi Jambu Lipo, maka cerita-cerita inilah yang memelihara memori tersebut. Sebagian besar Masyakarat di kawasan Jambu Lipo menyimpan banyak memori tentang kerajaan itu dalam bentuk cerita-cerita seperti cerita Sutan Gondok Gagindo Tan Ameh yang sangat populer di tengah masyarakat,” jelas Ivan.
Ketua tim peneliti, Sudarmoko juga mengatakan hal yang tak jauh beda. Salah satu temuan yang dipaparkan Sudarmoko ialah pentingnya arti prosesi Rajo Manjalin Rantau bagi masyarakat Lubuk Tarok tempat berdirinya Kerajaan Jambu Lipo.
Lebih jauh Sudarmoko mengatakan bahwa prosesi tersebut merupakan mata rantai yang menghubungkan antara masyarakat dengan pihak kerajaan serta wilayah-wilayah rantau yang punya hubungan khusus dengan kerajaan. Karenanya, prosesi tersebut memiliki posisi amat penting sebagai penjaga eksistensi Kerajaan Jambu Lipo.
Lewat prosesi Rajo Manjalin Rantau-lah ingatan kolektif tentang Kerajaan Jambu Lipo terus hidup. Lewat prosesi itu pula pengetahuan sejarah dan adat istiadat masyarakat Lubuk Tarok mengenai Jambu Lipo terus diperbaharui. Dengan kata lain, jika prosesi tersebut terhenti untuk waktu lama maka keberadaan Jambu Lipo itu pun sendiri ikut terancam.
Baca Juga: Perempoean Madjoe dan Jamannya: Membahas Beberapa Salah Kaprah Mengenai Ruhana Kuddus
Sejarah Minangkabau yang Rumit
Terlepas dari polemik di atas, sama seperti Novesar, Hasril tetap mengapresiasi kerja tim peneliti. Ia juga menyadari betapa terbatasnya sumber sejarah mengenai Kerajaan Jambu Lipo. Ia pun sepakat dengan tim peneliti bahwa untuk mendapatkan gambaran lebih dalam mengenai sejarah Kerajaan Jambu Lipo dibutuhkan misalnya penelitian arkeologis atau penggunaan teknologi seperti uji serat karbon terhadap benda-benda kuno di Jambu Lipo untuk mengetahui dengan pasti kapan munculnya kerajaan tersebut. Di samping itu, ia juga menyadari bahwa kertas kerja yang dipaparkan tim peneliti masih berupa draft dan berharap draft tersebut bisa disempurnakan.
Sepanjang berjalannya seminar tim peneliti maupun penanggap, lewat argumen masing-masing, juga sama-sama memperlihatkan bahwa tiap upaya untuk menulis sejarah Minangkabau, terutama sejarah kerajaan-kerajaan kunonya, adalah sesuatu yang sangat rumit. Terbatasnya sumber tertulis tetap menjadi kendala besar. Meski sumber lisan tersedia dalam jumlah besar, namun itu belum cukup. Semua ditambah dengan masih kurangnya penelitian secara arkeologis atau secara filologis.
Artikel Terkait
Empat Wajah Imam Bonjol
Pantun, Teka-teki, dan Talibun Jaman Rodi
Hal-hal yang Harus Kamu Tahu Soal Istana Basa Pagaruyung: dari Politik Orde Baru sampai Komoditas Pariwisata
Perempoean Madjoe dan Jamannya: Membahas Beberapa Salah Kaprah Mengenai Ruhana Kuddus
Mengikuti Perjalanan Thomas Dias ke Pagaruyung Tahun 1684
Beragam Pertunjukan dan Seminar Bakal Isi Festival Kerajaan Jambu Lipo Ranah Godok Obuih
Seminar Kajian Sejarah dan Budaya Kerajaan Jambu Lipo: Tim Peneliti Ungkap Sejumlah Temuan Awal