HALUAN PADANG - Kertas kerja yang dipaparkan Tim Peneliti Sejarah dan Budaya Kerajaan Jambu Lipo dalam Seminar Kajian Sejarah dan Budaya Kerajaan Jambu Lipo sempat memantik polemik. Dalam seminar yang diadakan di Balroom Bundo Kanduang Hotel Bumi Minang, Rabu (1/12) itu, sejumlah penanggap hasil penelitian tampak kurang puas.
Prof. Novesar Jamarun, salah satu penanggap, mempermasalahkan narasi sejarah Kerajaan Jambu Lipo yang dibangun oleh tim peneliti yang dinilainya tidak beda jauh dengan narasi-narasi sejarah yang telah ada. Padahal, menurutnya, ia berharap penelitian ini dapat memperterang banyak hal terutama soal abad-abad awal kemunculan Jambu Lipo.
Menurut Novesar, meski ia bukan akademisi dengan latar sosial budaya, sebagai peminat sejarah ia cukup terganggu dengan tidak adanya narasi sejarah yang pasti tentang kemunculan Kerajaan Jambu Lipo. Di beberapa sumber, lanjutnya, Jambu Lipo disebut telah ada sejak abad ke-10, sedang sumber lainnya menyebut kerajaan tersebut baru ada sekitar abad ke-14. Kekacauan seperti ini menurutnya memiliki dampak tersendiri.
Baca Juga: Mengikuti Perjalanan Thomas Dias ke Pagaruyung Tahun 1684
Ia mencontohkan, jika sumber pertama valid, katanya lagi, berarti anggapan yang selama ini berlaku bahwa Jambu Lipo adalah ‘sapiah balah’—semacam perluasan dari kerajaan lain yang lebih besar dan kuat—dari Pagaruyung menjadi batal.
Namun dalam kertas kerja tim peneliti, ia tidak melihat upaya untuk membereskan kesimpangsiuran tersebut. Dalam kertas kerjanya, tim peneliti dinilainya malah terlihat terlalu netral saat mengetengahkan banyak versi soal sejarah Jambu Lipo tanpa kecendrungan untuk membenarkan salah satu versi. Menurutnya, tim peneliti seharusnya lebih berani mengambil posisi tegas.
Kecendrungan tim peneliti untuk ‘bermain aman’ juga dilihat Novesar dalam soal asal-usul nama Jambu Lipo. Meski tim tampak lebih sepakat dengan salah satu versi asal-usul nama Jambu Lipo, namun tim tetap menuliskan semua versi seolah-olah semua versi dapat dipercaya. Dalam kertas kerjanya, tim peneliti menulis tiga versi asal-usul nama Jambu Lipo yang berkaitan dengan komitmen di masa lalu yaitu Jan Buliah Lupo, Jan Ibu Lupo, dan Jan Buhua Lupo.
Novesar kemudian mempertanyakan apakah betul diksi ‘ibu’ sudah setua itu dan memang sudah dikenal oleh masyarakat Minang sejak dahulu kala. Jika belum terbukti, maka ia menyarankan agar versi tersebut ditulis disertai dengan penjelasan yang lebih jauh dan lebih kritis.
Tim Peneliti sendiri mengatakan berbagai versi asal-usul itu ditulis untuk menunjukkan bahwa pada dasarnya Jambu Lipo sebagai sebuah kerajaan muncul dan bertahan hidup lewat ikatan tertentu dengan kerajaan lain. Nama-nama tersebut disebut tim peneliti mengindikasikan adanya ikatan atau komitmen antara Jambu Lipo dengan kerajaan lain. Dan hal tersebut terutama tampak pada ‘Jan Buhua Lupo’ yang berarti ‘jangan sampai ikatan dilupakan’.
Baca Juga: Seminar Kajian Sejarah dan Budaya Kerajaan Jambu Lipo: Tim Peneliti Ungkap Sejumlah Temuan Awal
Kritik atas hasil penelitian juga datang dari penulis sejarah Hasril Chaniago. Salah satu yang paling disorot Hasril ialah penggunaan sumber. Salah satu sumber yang banyak digunakan tim peneliti, yaitu tulisan seorang penulis sejarah Minangkabau bernama A.R Chaniago menurut Hasril tidak kredibel. Menurutnya yang apa ditulis A.R bukanlah sejarah, melainkan sijarah, yaitu percampuran antara tambo dan sejarah. Penulisan inisial A.R pun tidak tepat karena menurut Hasril inisial yang benar adalah H.R.
Ia mengetahui hal tersebut karena dirinyalah yang dulu memberi A.R sebuah kolom bernama sijarah di sebuah surat kabar. A.R sendirilah menurut Hasril yang menciptakan istilah sijarah dengan sadar karena A.R memang tidak berniat menulis sejarah dalam arti narasi sejarah dengan metodologi ketat. Apa yang ditulis A.R lebih tepat disebut main-main atau cocoklogi. Karena itu, ia khawatir hasil kerja tim peneliti juga akan tercebur menjadi sijarah alih-alih sejarah.
Kekayaan Budaya Jambu Lipo dan Penelitan Sejarah Lebih Jauh
Tim peneliti sendiri menyadari bahwa di luar sejumlah temuan awal yang mereka peroleh, yang lebih banyak berupa tinggalan budaya ketimbang fakta-fakta historis baru, juga diiringi berbagai kendala teknis yang menghambat tim peneliti untuk mengungkap lebih jauh soal sejarah Kerajaan Jambu Lipo.
Artikel Terkait
Empat Wajah Imam Bonjol
Pantun, Teka-teki, dan Talibun Jaman Rodi
Hal-hal yang Harus Kamu Tahu Soal Istana Basa Pagaruyung: dari Politik Orde Baru sampai Komoditas Pariwisata
Perempoean Madjoe dan Jamannya: Membahas Beberapa Salah Kaprah Mengenai Ruhana Kuddus
Mengikuti Perjalanan Thomas Dias ke Pagaruyung Tahun 1684
Beragam Pertunjukan dan Seminar Bakal Isi Festival Kerajaan Jambu Lipo Ranah Godok Obuih
Seminar Kajian Sejarah dan Budaya Kerajaan Jambu Lipo: Tim Peneliti Ungkap Sejumlah Temuan Awal