Mengikuti Perjalanan Thomas Dias ke Pagaruyung Tahun 1684

- Senin, 22 November 2021 | 17:39 WIB
Peta Asia Tenggara yang dibuat Willem Lodewijcksz di abad ke-16 (NatgeoIndonesia)
Peta Asia Tenggara yang dibuat Willem Lodewijcksz di abad ke-16 (NatgeoIndonesia)

 

HALUAN PADANG - Dataran tinggi Minangkabau pada abad ke-16 hampir-hampir seperti kawasan mistis penuh misteri bagi orang-orang luar, terutama bangsa kulit putih.

Tome Pires dalam catatan perjalanannya, Suma Oriental, seperti menyiapkan bagian khusus untuk menuliskan Minangkabau. Ia meletakkan keterangan mengenai Minangkabau di akhir catatan tentang Pulau Sumatera, karena menurutnya “tidak akan lengkap apabila kita tidak membahas apa pun mengenai Raja Minangkabau” saat membahas Sumatera. Di sana ia  menggambarkan pedalam Minangkabau sebagai kawasan penuh daya tarik, dengan danaunya, penduduknya yang gemar berperang, tambang-tambang penuh emas, serta raja-raja penganut pagan namun diberkahi dengan emas, jenis logam pilihan Tuhan. Pires menulis buku itu saat ia melintasi Sumatera di abad ke-15.

Setengah abad kemudian sebuah kapal Portugis terdampar di sekitar Tiku. Para awak kapal yang terdampar, mengaku bertemu dengan orang-orang Minangkabau.  Mereka tidak sampai masuk terlalu jauh ke pedalaman tengah Sumatera di mana Raja Minangkabu berdiam, namun mereka meninggalkan catatan yang berisi gambaran besar tentang misteri dan mara bahaya.

Di Tiku mereka bertemu orang-orang dari wilayah pedalaman Sumatera Tengah, rakyat dan pasukan dari salah seorang anak Raja Minangkabau. Mereka ketus bercampur takjub saat menemui ratusan orang hitam-legam, berbadan tegap, berkulit halus, berpakaian bagus yang menaiki 80 sampan. Dengan keris-kerisnya yang berkualitas tinggi, perisainya, dan lembing-lembing besi mengkilap.  Mereka ramah sekaligus licik, barbar sekaligus menjunjung tatakrama tinggi-tinggi. Rajanya mengaku sahabat baik Raja Portugis, namun membantai 50-an orang Portugis itu ketika mereka lengah. Menculik beberapa orang lantas menghilang ke dalam malam bersama hujan petir.

Kesanalah seorang bernama Thomas Dias menuju, hampir dua abad setelahnya.         

Baca Juga: Empat Wajah Imam Bonjol    

Dias adalah semacam makelar (pakang) yang menjadi penghubung antara perusahaan seperti VOC dengan saudagar dan pemimpin lokal.  Ia tinggal di Malaka, Memiliki delapan orang anak dan dua orang budak. Saat itu, sekitar 1648, reputasinya tengah hancur. Dan demi memulihkan reputasinya, Dias melakukan ekspedisi ke wilayah terdalam yang penuh misteri dan mara bahaya di dataran tinggi  Sumatera Bagian tengah.

Ekpsedisi Dias ini sekaligus adalah bagian dari persaingan dagang di Malaka. Tujuannya ke Pagaruyung ialah untuk membuka hubungan resmi dengan penguasa jalur-jalur dagang penting yang menghubungkan selat malaka dengan daerah pedalaman. Dengan begitu, VOC yang mengutus Dias memiliki akses untuk bertransaksi, mendirikan pos-pos, serta mengamankan jalur dagang Siak dan Kampar.  Saat itu, pada 1670-an, ladang-ladang timah, komoditas yang amat berharga, mulai bermunculan di hulu Siak dan Kampar.

Setelah kembali dari ekspedisi tersebut dan sudah berada di Malaka, ia menulis surat berisi hasil ekspedisi tersebut pada Gubernur  Malaka Cornelis van Quaalbergen pada 18 September 1684.  

***

Dias  sampai di sebuah pelabuhan di Siak pada 1864 dengan menaiki kapal dagang bernama Orangie. Saat berangkat dari Malaka, ia telah terlebih dahulu mengirimkan surat permintaan berkungjung kepada pemimpin Pagar Oejom (Pagaruyung).  Dari Siak ia berjalan ke Patapan (Petapahan). Di sini ia menemui pemimpin setempat, berbasa-basi, dan beristirahat selama tiga hari. Saat di Patapahan ini, Dias didatangi sembilan orang utusan Sultan Siry Pada Moeda, Raja Pagaruyung (Sebutan Raja Pagaruyung dalam tulisan ini berganti-ganti, sesuai yang ditulis Dias). Surat balasan itu berisi undangan untuk datang ke Pagaruyung. Dias merekrut 20 orang Petapahan untuk berangkat bersamanya menuju Pagaruyung.

Mereka memilih rute yang tidak lazim karena khawatir diserang para perampok yang menguasai rute biasa.  Namun orang-orang yang direkrutnya tiba-tiba menghilang. Dias kemudian meminta bantuan seorang “petinggi Menancaben” yang dikenalnya, dan meminta petinggi itu untuk mengantarnya ke Pagaruyung. Petinggi itu setuju setelah melihat surat dari Sultan Pagaruyung.  Merekapun berangkat dalam rombongan yang terdiri atas 37 orang .

Baca Juga: Perempoean Madjoe dan Jamannya: Membahas Beberapa Salah Kaprah Mengenai Ruhana Kuddus

Dari Petapan (Patapahan), mereka singgah di Ajetiris (Air Tiris). Di tempat ini dia ditakut-takuti bahwa belum pernah orang Nasrani yang pergi ke Pagaruyung.  Esoknya mereka sampai di Belembij, terus ke Ridan menuju Cata Padan (Koto Padang) lalu menyebrangi sungai sampai di Kota Pacu (Kota Paku). Kota Padang dan Kota Paku ini  terdapat di sekitar aliran Kampar Kiri.

Halaman:

Editor: Randi Reimena

Artikel Terkait

Terkini

Ini Dia! Mansa Musa, Manusia Paling Kaya Dalam Sejarah

Senin, 27 Desember 2021 | 22:51 WIB

Memahami Sejarah Pemalakan di Minangkabau

Senin, 13 Desember 2021 | 15:27 WIB
X