HALUANPADANG.COM - Nusantara kaya dengan tradisi lisan. Sejak lama, berbagai bentuk seni bertutur telah hidup dalam berbagai kebudayaan yang tersebar di kawasan yang dulu dikenal sebagai negeri bawah angin itu. Pantun, teka-teki, serta talibun, telah lama dikenal sebagai sarana hiburan.
Namun, seni bertutur seperti pantun, teka-teki, serta talibun ternyata juga bisa dilihat sebagai semacam bentuk perlawanan atas penjajahan. Di dalam pantun, teka-teki, serta talibun, kadang tersisip pesan-pesan politik, kegelisahan, serta kemuakan pada penjajahan. Hal inilah yang diungkap oleh sejarawan Gusti Asnan dalam tulisannya Pantun, Talibun, Teka-teki “Tempoe Doeloe” dan Perlawanan Terhadap Belanda di Sumatera Barat.
Dalam tulisan yang dimuat di website pribadinya, sejarahsumatera.com, guru besar ilmu sejarah Unand itu menjelaskan paska padamnya gerakan Paderi pada akhir 1830-an terjadi banyak perubahan di dataran tinggi Minangkabau. Tata hidup masyarakat direcoki sedemikian rupa. Aparatus penjajahan Belanda semakin diperkuat dan jadi makin represif. Banyak orang yang memiliki keterkaitan dengan gerakan Paderi dipenjarakan atau dibuang. Dalam waktu yang berdekatan, pemerintah kolonial lewat para mandornya memaksa orang-orang ikut Rodi.
Korban Rodi umumnya adalah orang-orang kecil yang telah menyaksikan kebrutalan militer Belanda sewaktu menggempur pasukan Paderi. Tanpa bisa menolak, mereka terpaksa ikut Rodi mematuhi perintah kumandua (mandor) kaki tangan penjajah. Jika melawan, mereka akan diseret ke tangsi (penjara). Pada masa-masa itu, rakyat kecil yang tidak berdaya, tidak punya senjata, tidak terorganisir, hanya bisa menyalurkan protes lewat seni tutur. Muncullah pantun, teka-teki, serta talibun seputar Rodi.
Salah satu pantun tentang Rodi yang dikutip Asnan dari buku Midden Sumatra Expeditie Jilid III Bagian 2 (1881), menunjukkan betapa muaknya orang-orang terhadap kewajiban Rodi. Bunyinya seperti berikut:
Bakudo ka Boekit-tinggi
Djalan ka Soewoq di kidakan
Ko datang rodi Goempani
Nasi di soewoeq di tinggakan
(Berkuda ke Bukittinggi / Jalan ke kanan dikirikan / kalau datang panggilan Rodi / nasi sedang disuap pun ditinggalkan)
Ada juga talibun yang menceritakan keganasan Rodi serta cara-cara pemaksaan yang meliputinya:
Rodi Goempani talampau garang
Palentah residen di padang
Angkek poelisi koemandan Si Mandi-Arang