HALUAN PADANG- Persoalan majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) terkait keputusan penundaan Pemilu kian berlanjut. Banyak sorotan datang dari berbagai pihak buntut keputusan tersebut.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon menyatakan bahwa putusan PN Jakpus perkara nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst yang memerintahkan KPU menunda Pemilu 2024 selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan sejak Kamis, 2 Maret 2023 harus disikapi serius. Baik oleh Mahkamah Agung (MA) maupun Komisi Yudisial (KY).
Hal itu diutarakan oleh Fadli Zon dalam akun media sosial yang dilansir pada Minggu, 5 Maret 2023.
Baca Juga: Ketua Umum PP Lidmi: Putusan PN Jakpus Error in Objecto dan Bertabrakan dengan Amanat UUD 1945
"Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan KPU-sebagai pihak tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum. Pasalnya, KPU menyatakan Partai Prima sebagai pihak penggugat tidak memenuhi syarat dalam tahapan verifikasi administrasi partai politik calon peserta pemilu," kata Fadli Zon.
Sehingga, untuk menghindari spekulasi politik, MA dan KY sebaiknya segera memeriksa majelis hakim yang terlibat dan memberi mereka sanksi.
Ditegaskannya, ada beberapa alasan kenapa pemeriksaan harus dilakukan, dan kenapa mereka pantas diberi sanksi.
Pertama, ada indikasi ketidak profesionalan yang sangat mencolok. Gugatan yang dilayangkan dan kemudian dimenangkan oleh Partai Prima terhadap KPU adalah gugatan perdata.
"Tiga orang hakim itu mestinya mengetahui bahwa pengadilan perdata hanya terbatas mengadili masalah perdata saja. Sanksi yang dijatuhkan juga sifatnya perdata, paling hanya bersifat ganti rugi," jelasnya.
Nah, imbuh dia, putusan majelis hakim PN Jakarta Pusat yang memerintahkan KPU untuk menunda pemilu hingga tahun 2025 jelas berada di luar kewenangan pengadilan perdata.
"Putusan itu bukan hanya bisa dianggap telah melawan hukum tata negara dan hukum administrasi negara yang berlaku, tapi juga bisa dianggap melawan konstitusi, khususnya Pasal 22E yang menyatakan bahwa, "Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali," lanjut dia.
Menurutnya, apabila ada sengketa terkait dengan proses Pemilu, maka sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku, lembaga yang berwenang untuk memutuskannya adalah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) bukan pengadilan perdata.
Sementara, kalau ada sengketa terkait dengan hasil pemilu, maka yang berwenang memutuskannya hanyalah Mahkamah Konstitusi.
"Jadi, hakim-hakim yang terlibat dalam putusan perkara nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst itu terindikasi kuat tidak profesional dalam menjalankan tugasnya," katanya.
Artikel Terkait
Ditegur Prabowo Karena Cuitan Menyindir Presiden Jokowi, Akun Twitter Fadli Zon Kini Senyap
Disebut Teroris dalam Gedung DPR Oleh Warganet, Fadli Zon Geram
Dianggap Tak Cocok Bernama Nusantara, Fadli Zon: Usul Namanya Jokowi Saja
Wah! Fadli Zon Puji Jokowi, Ada Apa Gerangan?